GOOD GOVERNANCE DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN

 

Surabaya, Senin (19/01/2023), Materi selanjutnya dalam kegiatan Uji Publik Rancangan Daerah Pemilihan (Dapil) Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur selaku narasumber dari Akademisi Universitas Brawijaya Malang, Muhammad Barqah dalam paparannya masyarakat menyelenggarakan Pemilu diselenggarakan untuk menentukan siapa yang menyelenggarakan Negara dan itu adalah Pemerintah. Pemerintah adalah ibarat manajer professional yang disewa oleh rakyat untuk menyelenggarakan organisasi negara untuk sebesar-besarnya kemanfaatan rakyat. Dimana penerapan Good Governance kepada pemerintah adalah ibarat masyarakat memastikan bahwa mandat, wewenang hak dan kewajibannya telah dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Disini dapat dilihat bahwa arah kedepan dari Good Government, bukan dalam arti pemerintah yang dikelola oleh para teknokrat.
Ada empat logika berpikir Good Governance, (1) Partisipasi adalah setiap warga negara mempunyai suara dalam formulasi keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya, (2) Transparansi (transparency) dibangun atas dasar kebebasan arus informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan, dan harus dapat dipahami dan dapat dimonitor, (3) Responsivitas (Responsiveness) merupakan proses kelembagaan dalam melayani setiap stakeholders, (4) Orientasi (Consensus orientation) menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas baik dalam hal kebijakan maupun prosedur.
Lebih lanjut dijelaskan peran negara kaitannya dengan masyarakat, Pertama Negara mempunyai posisi yang sangat netral dari berbagai kepentingan dalam masyarakat, Kedua Negara dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang bersifat integral dan total, sehingga keduanya tidak saling bernegasi (terpisah), Ketiga Negara memiliki posisi yang otonom ketika berhadapan dengan masyarakat, dalam hal ini Negara mampu mengambil inisiatif sendiri tanpa perlu mendapatkan persetujuan dari masyarakat.
Lalu dimana mencari akar Politisasi Birokrasi, jelas Barqah terdapat 3 kendala yaitu kendala politik, dimana kompetisi antar parpol cenderung dilakukan secara tidak sehat. Dengan model kompetisi seperti ini, birokrasi kerapkali menjadi alat dari sebuah rezim untuk mempertahankan kekuasannya. Kendala berikutnya adalah kendala sistem birokrasi dimana praktik penyelenggaraan birokrasi yang masih old institutionalism menjadi kendala yang nyata. Terakhir kendala sosial budaya, merupakan kegagalan nilai barat untuk masuk ke dalam nilai-nilai birokrasi di Indonesia salah satunya karena faktor kegagalan dalam akulturasi teori barat dengan nilai budya Nusantara. Beberapa aspek sosial budaya tersebut yaitu budaya kita yang mengagungkan simbol, ajining raga saka busana, budaya paternalistik dan senioritas, budaya kekerabatan (nepotisme) dan budaya permisif (nepotisme), budaya permisif, terlau mentolerir perilaku penguasa sekalipun ia menyimpang.
Sehingga dalam penyelenggaraan Good Governance harus memperhatikan prinsip-prinsip Good Governance yaitu (1) Keadilan (Equity) bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan, (2) Efektivitas (Effectivness) merupakan proses dan lembaga yang menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan mengunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin, (3) Akuntabilitas (Accountability) adalah para pembuat keputusan dalam pemerintahan artinya sektor swasta dan masyarakat (Civil Society) bertanggung jawab kepada public dan lembag-lembaga stake holder, dan (4) Strategi Visi (Strategic Vision) dimana para pemimpin dan public harus mempunyai perspektif good governance dan pengembangan manusia yang luas dan jauh ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan, jelas Barqah.
Paparan materi diakhiri dengan sesi tanya jawab dari peserta yang sangat antusias dalam mengikuti kegiatan tersebut.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 98 Kali.